“Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan bakso, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan bakso.”
― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
Terlepas dari segala hal mengenai LDR (Long Distance in
Relationship), kita semua tahu bahwa segumpal perasaan yang biasa kita
istimewakan didalam hati, pada umumnya menjadikan ke-irasional an adalah
sesuatu hal yang tidak masuk akal yang paling mudah melekat, kau biarkan
segumpal itu terjadi tanpa sebab, boleh jadi pada akhirnya keter-tanpaan sebab
itulah yang mengakibatkan luka kembali menganga.
"Jika kita memahami cinta adalah perasaan irrasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga. Kita dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kita tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut.
Tidak lebih, tidak kurang."
*Tere Liye, buku "Sepotong Hati Yang Baru", buku paling baru terbit, oktober 2012
Hanya
dalam hitungan detik, kalian mampu menggadang-gadangkan hal yang (mungkin)
dilihat orang lain saja sudah "tak penting" namun tetap saja bebal
membiarkan memposting status, time line (dan lain sebagainya) ribuan, dan
dilihat jutaan orang tanpa memikirkan apakah orang yang membacanya sebal, atau
mengganggu. Mungkin, sepanjang bebalnya setebal perkuatan dinding pada
bendungan, kita rasa sudah jelas, bahwa bebalnya memang kuadrat.
Kau
bilang, "aku kan pacarannya serius" hei, kalian mau hubungan itu
tetap berjalan ditempat sebagai status "Pacaran Serius" kan namanya
sudah pacaran serius kan? berarti cuma pacarannya saja yang diseriuskan, lantas
nilai-nilai iman kalian dikemanakan???? disuruh sabar menunggu akan
"masa" nya tiba saja sudah susah, apalagi diberi pengertian bahwa
pacaran itu tidak ada yang serius. Yang baik itu, biarkanlah segala hal
tersebut bergelut dengan waktu, memperbaiki diri, belajar, kemudian hal yang paling
utama adalah menempatkan Tuhan nomor satu dihati. Jodoh tak akan pernah
tertukar.
Bayangkan,
sudah berapa miliaran kali kalian menghirup dan melepaskan udara yang melewati
organ pernafasan? hitung saja dari awal kalian mulai dilahirkan. Sudah sangat
sebaik itulah Tuhan memberikan kita kehidupan, bahkan hal yang paling (menurut
kita sepele) sekalipun, Tuhan dengan senang hati memberikannya kepada kita.
lalu, kita sendiri bagaimana?
Coba
renungkan, bagaimana jika pada akhirnya kalian putus, sakit hati, patah hati,
patah tulang kalau perlu sekalian. Apakah mereka akan perduli jika kalian
meminta permohonan kembali, saat kalian juga pada akhirnya berfikir singkat
bahwa dunia menjadikan kalian sendiri, sudah diputus cinta ditambah pula putus
hubungan baik dengan orang-orang sekitar, kemudian merasa tidak ada lagi yang
bisa menolong dan membantu.
Berapa
banyak air mata yang sudah kita tumpahkan untuk seseorang, atau sesuatu atas
dunia ini? dan berapa banyak lagi yang akan kita tumpahkan esok lusa?
My dear,
bukankah hal tersebut nyata? "Seseorang yang mengingat Tuhan dikala
sendirian sehingga mengalirlah air mata, maka Tuhan akan menolongnya saat tidak
ada lagi pertolongan yang tersisa kecuali pertolonganNya."
Lantas
setelah mengetahui kalimat ini, apakah kita masih memilih menangis
ber-ember-ember untuk seseorang, yang jangankan memberikan pertolongan, boleh
jadi dia nyadar juga enggak, tahu juga enggak kita sedang menangis untuknya.
Ayo,
lebih baik menangis untuk yang Maha Mendengar. Janji itu Valid, pasti terbukti.
Janji itu sungguh hebat, pertolongan saat tidak ada lagi yang bisa menolong.
Tuhan sungguh tahu kita menangis untukNya atau bukan. Maka jangan sia-siakan
air mata kita.
*sebagian teks dikutip dari tulisan Darwis Tere Liye.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar